Apa jadinya jika Anya Taylor-Joy dan Thomasin McKenzie beradu akting dalam satu film layar lebar? Pastinya penonton akan menaruh ekspektasi tinggi terhadap film Last Night in Soho. Disutradarai oleh Edgar Wright yang juga merupakan penulis naskah dan produser film ini. Selain dibintangi oleh dua perempuan muda yang sangat berbakat (Joy dan McKenzie), Last Night in Soho juga dibintangi oleh deretan aktor dan aktris ternama yaitu Matt Smith, Diana Rigg, Terence Stamp dan Sam Claflin. Apakah ekspektasi tinggi penonton dapat terbayarkan oleh Last Night in Soho? Simaklah ulasan berikut ini!
Last Night in Soho mengajak penonton untuk menyusuri keindahan kawasan Soho pada era sekarang dan tahun 1960an melalui tokoh Eloise “Ellie” Turner (McKenzie) yang memiliki indera keenam. Ellie baru pindah ke London untuk memulai studi dan mengejar mimpinya menjadi seorang perancang busana. Seharusnya Ellie tinggal di sebuah asrama bersama dengan mahasiswa-mahasiswi lainnya tetapi ia merasa tidak nyaman di asrama tersebut dan mencari tempat tinggal yang baru. Akhirnya Ellie menemukan kamar yang bisa ia sewa. Semenjak Ellie tinggal di rumah tersebut, ia mendapatkan penglihatan akan kisah hidup seseorang bernama Sandie (Joy) yang berakhir tragis. Ellie merasa mimpi tersebut adalah kisah nyata di masa lalu dan mencari tahu apa sebenarnya maksud dari mimpi itu.
Last Night in Soho merupakan tantangan baru bagi Edgar Wright karena ini merupakan film horor psikologis pertamanya. Berbeda dari genre film Wright sebelumnya seperti Shaun of The Dead, Hot Fuzz, Baby Driver dan The World’s End yang lebih mengarah ke komedi. Namun dalam film ini Wright juga menyelipkan banyak dialog komedi yang pas dengan gaya Edgar Wright. Penonton dapat tertawa lepas pada awal film. Tetapi sejak kemunculan tokoh Sandie, penonton akan digiring untuk menyaksikan jalan cerita yang menegangkan dan penuh emosi.
Tokoh Sandie memang menjadi primadona dan fokus utama film ini. Bagaimana tidak? Perawakan yang cantik dan memesona tiada tara dan juga gaya pakaiannya yang klasik dan elegan. Penonton akan dibuat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Sandie. Perempuan muda bertalenta yang ingin mengejar mimpinya sebagai penyanyi terkenal. Masuk ke dalam industri hiburan di Soho yang begitu kelam yang kemudian hidupnya harus berakhir secara tragis dalam penglihatan Ellie.
Setelah tokoh Sandie, mari kita bahas tokoh Ellie. Jika Sandie adalah sang primadona, maka Ellie adalah kunci dari film ini. Penglihatan Ellie terus kuat seiring berjalannya durasi film. Bahkan penglihatan itu tidak hanya Ellie dapatkan dari mimpi saat ia tidur, tetapi juga saat dirinya terbangun. Semakin banyak Ellie melihat, semakin dirinya tahu bahwa dirinya juga dalam bahaya. Alur yang sangat menarik dan asyik untuk diikuti. Semuanya diceritakan secara teratur dan jelas.
Penulis sangat terpukau oleh sinematografinya. Pemilihan warna, pengambilan gambar dan efek visualnya begitu memukau. Mata penonton akan dimanjakan dengan visual yang sangat indah. Sinematografer film ini patut diberi acungan jempol. Last Night in Soho juga memutarkan kembali lagu-lagu klasik seperti A World Without Love, Last Night in Soho dan Downtown dan masih banyak lagi. Penonton dapat bernostalgia dengan lagu-lagu era 60an di dalam studio. Anya Taylor-Joy juga menyanyikan ulang lagu Downtown yang merupakan original score track. Tentunya dengan gaya khas Anya Taylor-Joy yang anggun dan misterius.
Last Night in Soho merupakan salah satu film favorit penulis karena selain kelebihan yang telah penulis ulas diatas, film ini juga memiliki banyak pelajaran positif yang dapat diambil. Penonton juga akan ikut merasakan apa yang dialami oleh Sandie dan Ellie karena konflik hidup mereka juga melekat dengan sebagian besar orang. Last Night in Soho tayang di seluruh bioskop Indonesia tanggal 3 November 2021. (MSTE)